Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saditra, Setiap kali bulan Rabi‘ul Awwal hadir, hati kaum muslimin kembali bergetar mengenang kelahiran seorang manusia agung, Sayyiduna Muhammad ﷺ. Tahun 1447 Hijriah ini bukan sekadar angka dalam kalender, melainkan momentum untuk meneguhkan kembali ikatan batin kita dengan Sang Nabi, yang kehadirannya menjadi rahmat bagi semesta.
Maulid bukanlah sekadar perayaan lahiriah, melainkan ruang renungan spiritual untuk kembali menyelami perjalanan dakwah yang penuh pengorbanan, keikhlasan, dan kasih sayang.
Perjalanan Dakwah yang Berat
Rasulullah ﷺ dilahirkan di tengah masyarakat yang karam dalam kegelapan jahiliah. Struktur sosial yang timpang, moralitas yang runtuh, dan penghambaan buta pada berhala menjadi lanskap sejarah ketika cahaya kenabian itu muncul.
Dengan kelahirannya, Allah menegaskan firman-Nya,
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari golongan kalian sendiri; terasa berat baginya penderitaan kalian, ia sangat menginginkan kebaikan bagi kalian, lagi penyayang dan penuh kasih terhadap orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 128).
Ayat ini seakan menjadi potret hakiki risalah Nabi: risalah yang berangkat dari cinta, bukan dari ambisi; dari kasih sayang, bukan dari kepentingan pribadi.
Kesabaran dan Kelembutan Rasulullah
Perjalanan dakwah beliau bukanlah jalan yang dipenuhi bunga, melainkan jalan berduri yang disirami air mata dan darah. Dari ejekan kaum Quraisy, siksaan di Thaif, hingga pemboikotan ekonomi di Syi‘b Abi Thalib, semuanya menorehkan pelajaran bahwa kebenaran tidak pernah hadir tanpa ujian.
Namun, di balik itu, Nabi menunjukkan teladan kesabaran yang tiada tanding. Beliau menolak membalas keburukan dengan keburukan. Bahkan ketika malaikat menawarkan untuk membalikkan gunung menimpa penduduk Thaif yang mengusirnya, Nabi justru berdoa agar kelak lahir dari keturunan mereka generasi yang beriman.
Inilah wajah dakwah yang penuh kelembutan, dakwah yang berakar dari rahmah.
Misi Penyempurna Akhlak
Mengingat Nabi berarti meneladani akhlaknya. Sebab beliau tidak hanya datang membawa risalah teologis, tetapi juga membawa revolusi akhlak. Ketika ditanya tentang misinya, beliau menjawab singkat, “Aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Maka peringatan Maulid seharusnya menggugah kita untuk bercermin, sejauh mana akhlak Rasul itu hadir dalam laku hidup kita?
Apakah kelembutan beliau tercermin dalam cara kita memperlakukan sesama? Apakah kejujuran beliau terpantul dalam tutur kita? Apakah sikap tawadhu’ beliau membentuk karakter kita di tengah kehidupan modern yang kian penuh kesombongan?
Hijrah dan Peradaban Baru
Dakwah Nabi juga mengajarkan pentingnya kesabaran strategis. Hijrah ke Yasrib (Madinah saat ini) adalah simbol pergeseran dari kesabaran pasif menuju pembangunan peradaban. Di Madinah, beliau membangun masyarakat dengan fondasi ukhuwah, persaudaraan lintas kabilah, bahkan lintas agama.
Piagam Madinah menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang mengatur harmoni sosial, bukan sekadar ritual individual. Dalam konteks inilah, Maulid dapat menjadi pintu masuk untuk meneguhkan kembali peran umat Islam sebagai pelanjut risalah: membangun masyarakat yang adil, toleran, dan beradab.
Teladan di Era Modern
Kini, di abad ke-15 Hijriah yang penuh tantangan global, Maulid Nabi hendaknya tidak terjebak pada romantisme sejarah. Ia harus menjadi titik tolak untuk menyalakan obor dakwah yang berlandaskan hikmah, kelembutan, dan kearifan.
Dunia yang diliputi konflik, krisis moral, dan jurang sosial justru membutuhkan cahaya Nabi lebih dari sebelumnya. Meneladani Nabi berarti menjadikan kasih sayang sebagai bahasa dakwah, menjadikan akhlak sebagai wajah Islam, dan menjadikan keadilan sebagai ruh perjuangan.
Penutup
Akhirnya, memperingati Maulid Nabi 1447 H adalah mengingat janji kita untuk tidak melupakan sang teladan utama. Maulid bukan sekadar mengenang kelahiran beliau, tetapi juga menghadirkan kembali semangat perjuangan dan cintanya dalam denyut kehidupan kita.
Semoga Allah menanamkan dalam hati kita rasa cinta yang tulus kepada Rasulullah ﷺ, cinta yang mendorong kita untuk menapaki jalan dakwahnya dengan penuh keikhlasan. Dan semoga Maulid kali ini menjadi wasilah bagi kita untuk kembali berpegang teguh pada sunnahnya, hingga kelak kita digolongkan sebagai umat yang mendapat syafaatnya.
Aamiin.